Rabu, 25 April 2012

Makna Mendahulukan Makan Sebelum Shalat



قال رسول اللَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ
صحيح البخاري
“Sabda Rasulullah SAW: “Jika sudah dihidangkan makan malam, lalu Iqamat shalat, maka mulailah dengan makan malam dahulu ” (Shahih Bukhari)
ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membuka gerbang rahmatNya sepanjang waktu dan zaman, seluruh pintu rahmat itu terbuka bagi jiwa yang ingin memasukinya, bagi mereka yang mendambakannya, bagi mereka yang ingin tinggal di dalam istana rahmat Ilahi dalam kehidupannya, yang mana alam sanubarinya senantiasa berada dalam rahmat Allah subhanahu wata’ala, hingga kelak mereka akan tinggal di dalam istana yang abadi di surga, yang hal itu juga merupakan salah satu bentuk rahmat Allah subhanahu wata’ala. Mutiara-mutiara kebahagiaan yang tiada pernah berhenti berlimpah, sejak kebangkitan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam hingga saat ini, yaitu Al qur’anul Karim yang menuntun kita kepada keluhuran, dimana setiap huruf dari ayat-ayat tersebut adalah firman-firman Allah dan merupakan kewibawaan Ilahi, setiap hurufnya adalah kasih sayang Ilahi yang menuntun kita kepada cintaNya, meskipun dalam ayat-ayat tersebut terdapat ayat kemurkaan Allah yang diantaranya menjelaskan tentang neraka dan lainnya, namun semua itu bahkan akan menuntun kita untuk menuju cintaNya, dan itulah rahmat dan kemuliaan Allah yang ditunjukkan dalam Al qur’anul Karim, yang kesemua itu hakikatnya adalah surat cinta Allah untuk hamba-hambaNya. Tiada akan pernah ditemui seseorang yang akan menulis surat cinta sebanyak lebih dari 6000 ayat, namun Allah subhanahu wata’ala menulisnya untuk kita, karena kita terpilih sebagai ummat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana Al qur’an tidak diturunkan untuk pepohonan, matahari, bulan dan yang lainnya, akan tetapi diturunkan untuk manusia. Maka setelah datang lebih dari 6000 kalimat cinta dari Allah subhanahau wata’ala yang menuntun kita dan melamar kita untuk menerima cinta Allah subhanahu wata’ala, dan jika kita menolaknya maka sepantasnya apabila kita mendapatkan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala, wal’iyadzubillah.
Hadirin hadirat yang dimulikan Allah
Allah subhanahu wata’ala tidak akan mempersulit hamba-hambaNya, dimana Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan hal-hal yang wajib maka kita kerjakan semampu kita, dan jika kita terjebak ke dalam perbuatan hina atau dosa maka segeralah memohon pengampunan kepada Allah, karena secepat apa kita memohon pengampunan kepada Allah, maka pengampunan Allah subhanahu wata’ala secepat itu pula datang kepada kita bahkan lebih. Pengampunan Allah subhanahu wata’ala sangat cepat datangnya terlebih lagi kepada hamba yang bersegera memohon pengampunan Allah. Begitu juga semakin seseorang memperlambat permohonan ampunannya kepada Allah, maka semakin lambat pula Allah menurunkan pengampunan untuknya, meskipun Allah subhanahu wata’ala senantiasa menanti permohonan maaf atau tobat hamba-hambaNya, namun janganlah menunggu hingga datangnya utusan pencerai ruh dengan jasad.
Hadirin hadirat yang dimulikan Allah
Dalam hadits yang telah kita baca, dimana sekilas hadits ini terlihat sangat ringkas namun maknanya sangat luas, dimana ketika makan malam telah dihidangkan dan ketika itu juga akan dilaksanakan shalat isya’, maka dahulukanlah makan daripada shalat, mengapa demikian, padahal dalam hadits yang lain disebutkan bahwa diantara sebaik-baik perbuatan adalah melakukan shalat pada waktunya. Namun dalam hadits tadi kita diperintahkan untuk mendahulukan makan, maka dalam hal ini kita ingin memberi pemahaman kepada sebagian saudara-saudara kita yang mengatakan bahwa jika telah dikumandangkan iqamah untuk melakukan shalat maka diharamkan melakukan sesuatu yang lain selain shalat, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk makan terlebih dahulu jika makanan telah siap dihidangkan, mengapa demikian? karena jika melakukan shalat terlebih dahulu maka syaithan akan lebih mudah membisiki untuk segera mempercepat shalat karena makanan telah siap. Adapun orang-orang yang shalih, mereka akan makan secukupnya saja, karena mereka mengetahui bahwa jika mereka makan yang banyak maka mereka akan menghadapi shalat isya’ dalam keadaan yang berat dan payah, demikian indahnya didikan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .
Dan diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa seseorang akan masih terhitung berada dalam shalat (pahala) selama ia menunggu waktu shalat berikutnya, karena menunggu suatu kebaikan adalah suatu kebaikan pula, oleh karena itu ketika makanan telah dihidangkan dan ketika itu akan dilaksanakan shalat, dan ketika makanan didahulukan maka termasuk dalam keadaan menunggu shalat, sehingga selama waktu makan pun hal itu terhitung dalam pahala melakukan shalat, karena menunggu sesuatu yang baik mendapatkan pahala kebaikan, sebagai contoh jika telah masuk waktu shalat namun belum juga dikumandangkan iqamah, maka waktu ketika menunggu iqamah untuk melakukan shalat hal itu terhitung dalam pahala shalat, jika seseorang menunggu dalam waktu 30 menit hingga shalat dilakukan maka dalam waktu itu pula terhitung mendapatkan pahala melakukan shalat, demikian indahnya sunnah-sunnah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Kita berusaha untuk selalu menguatkan iman kita semampunya, sebagaimana kita ketahui para nabi dan ummat terdahulu mereka mendapatkan cobaan yang sangat berat, seperti halnya nabi Musa As yang begitu berat mendapatkan cobaan dari Allah subhnahu wata’ala, dimana beliau dibesarkan dalam istana Fir’aun dan justru beliaulah yang akan menjadi penakluk kerjaan Fir’aun. Dijelaskan dalam surat Al A’raf, secara ringkasnya dimana ketika nabi Musa As melarikan diri dari Fir’aun karena memukul salah seorang yang berkelahi hingga meninggal, padahal nabi Musa memukulnya bukan dengan niat untuk membunuh namun orang tersebut meninggal, sehingga tersebar kabar bahwa Fir’aun dan prajuritnya sedang mencarinya dan ingin membunuhnya, maka nabi Musa pun pergi dan menjauh dari tempat itu, yang kemudian Allah subhanahu wata’ala berfirman kepada nabi Musa AS :
اذْهَبْ أَنْتَ وَأَخُوكَ بِآَيَاتِي وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي ، اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى ، فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى ، قَالَا رَبَّنَا إِنَّنَا نَخَافُ أَنْ يَفْرُطَ عَلَيْنَا أَوْ أَنْ يَطْغَى ، قَالَ لَا تَخَافَا إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى ، فَأْتِيَاهُ فَقُولَا إِنَّا رَسُولَا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا تُعَذِّبْهُمْ قَدْ جِئْنَاكَ بِآَيَةٍ مِنْ رَبِّكَ وَالسَّلَامُ عَلَى مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى
( طه : 42-47 )
“Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku; Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah malampaui batas, maka berbicalah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut". Berkatalah mereka berdua: "Ya Rabb kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melampaui batas, Allah berfirman: "Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat". Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Rabbmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan Kami) dari Rabbmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk”. (QS.Thaha : 42-47)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Allah memerintah nabi Musa dan nabi Harun untuk berucap lemah lembut terhadap Fir’aun dan pengikutnya akan bertaubat, meskipun Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui bahwa Fir’aun tidak akan bertaubat, namun Allah ingin menunjukkan akan cara berdakwah dengan lemah lembut. Dan kisah ini Allah sebutkan dalam Al qur’an agar kita memahami cara yang benar dalam berdakwah, yang itu adalah tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian nabi Musa As datang kepada Fir’aun dan menyampaikan kepadanya bahwa ia membawa risalah dari Tuhannya, maka Fir’aun berkata siapa tuhannya, lantas nabi Musa berkata bahwa tuhannya adalah Yang menghidupkan dan mematikan manusia, maka Fir’aun berkata bahwa dia mampu menghidupkan dan mematikan, dimana dia bisa memerintah seseorang untuk membunuh atau tidak membunuh, kemudian nabi Musa As berkata bahwa Tuhannya mampu menerbitkan matahari dari timur, lantas beliau meminta Fir’aun untuk menerbitkan matahari dari barat, mendengar hal itu Fir’aun pun terdiam. Kemudian nabi Musa As menunjukkan mu’jizatnya, dimana tongkat nabi Musa berubah menjadi ular, maka Fir’aun mengumpulkan semua tukang sihir untuk melawan nabi Musa, yang mereka anggap bahwa hal yang dilakukan nabi Musa As adalah sihir seperti yang mereka perbuat. Maka semua penyihir mengelilingi nabi Musa, dimana perbuatan mereka hanyalah sihir yang hanya menipu mata dan pandangan orang, maka ketika itu mereka melemparkan tali-tali yang kemudian terlihat seperti ular, akan tetapi tongkat nabi Musa berubah menjadi ular yang sangat besar sehingga semua tali yang mereka lemparkan ditelan oleh tongkat nabi Musa As yang menjadi ular, melihat hal tersebut maka para penyihir itu tersungkur sujud dan beriman kepada Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آَمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى
(طه : 70 )
“Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: "Kami telah percaya kepada Rabb Harun dan Musa". (QS. Thaha: 70 )
Setelah para penyihir itu beriman kepada Allah, maka Fir’aun berkata kepada mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
قَالَ آَمَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ آَذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَأُقَطِّعَنَّ أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلَافٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ فِي جُذُوعِ النَّخْلِ وَلَتَعْلَمُنَّ أَيُّنَا أَشَدُّ عَذَابًا وَأَبْقَى
(طه : 71 )
“ Berkata Fir'aun: "Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku beri izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan bersilang secara bertimbal balik , dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya". (QS. Thaha : 71 )
Kemudian para penyihir itu menjawab ucapan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
قَالُوا لَنْ نُؤْثِرَكَ عَلَى مَا جَاءَنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالَّذِي فَطَرَنَا فَاقْضِ مَا أَنْتَ قَاضٍ إِنَّمَا تَقْضِي هَذِهِ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا، إِنَّا آَمَنَّا بِرَبِّنَا لِيَغْفِرَ لَنَا خَطَايَانَا وَمَا أَكْرَهْتَنَا عَلَيْهِ مِنَ السِّحْرِ وَاللَّهُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
(طه : 72-73 )
“Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak mengutamakan kamu daripada bukti-bukti yang nyata (mu'jizat), yang telah datang kepada kami dan daripada Rabb yang menciptakan Kami; maka putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan. Sesungguhnya kamu hanya akan dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini saja. Sesungguhnya kami telah beriman kepada Rabb kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah kamu paksakan kepada kami melakukannya. Dan Allah lebih baik (pahala-Nya) dan lebih kekal (azab-Nya)". (QS. Thaha: 72-73)
Padahal mereka adalah orang-orang yang baru beriman, namun keimanan mereka sangat kuat sehingga ancaman atau bahaya apapun yang akan menimpa mereka tidak mereka pedulikan, dan mereka akan tetap beriman dengan apa yang disampaikan oleh nabi Musa As.

source of http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_content&task=view&id=373&Itemid=30
Dua Sebab Siksa Di Alam Kubur

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ:مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ : إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
(صحيح البخاري)
“Dari Ibn Abbbas Ra berkata, Nabi SAW melewati dua kuburan dan bersabda: “Sungguh keduanya tersiksa, dan bukan tersiksa sebab dosa yang sangat besar, namun salah satunya tidak menutup aurat (membuka auratnya dihadapan orang lain) saat buang air kecil, dan yang satunya sering mengadu domba orang lain, lalu beliau SAW mengambil sehelai daun yang masih segar, dan membelahnya menjadi dua, dan menaruhnya masing-masing helai di masing masing kubur tersebut, maka orang orang bertanya: Wahai Rasulullah, untuk apa engkau perbuat itu?, maka beliau SAW bersabda: semoga diringankan untuk keduanya sebelum potongan daun ini mengering” (Shahih Bukhari)
ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Memiliki segenap kemuliaan dan keluhuran dan Melimpahkan kepada hamba-hambaNya. Segenap alam semesta di langit dan bumi diciptakan dari ketiadaan, alam dunia, alam barzakh dan alam akhirat, dan segenap alam yang telah dicipta oleh Allah subhanahu wata’ala baik yang kita ketahui atau pun yang tidak kita ketahui. Dan dari awal penciptaan makhluk sejak itu pula tercantum bahwa semulia-mulia makhluk adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan Allah subhanahu wata’ala telah menjadikan sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai gerbang kasih sayang bagi segenap anugerah dan rahmat Allah subhanahu wata’ala, yang mana dengan kebangkitan sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam hal itu menjadikan rahmat Allah berlimpah dan terbuka untuk kita semua, dan segenap anugerah Allah yang berupa kenikmatan di dunia dan di akhirat adalah bagian dari rahmat Allah subhanahu wata’ala, dan rahmat Allah subhanahu wata’ala itu telah sampai kepada kita, yaitu sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dari 14 abad yang silam. Yang mana cahaya risalah kenabian berlanjut dari periode ke periode, dari generasi ke generasi, hingga telah lewat 14 abad yang silam akan tetapi sampai saat ini kita masih berada dalam cahaya risalah yang terang benderang, cahaya sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Ketahuilah bahwa kenikmatan dan segala kebahagiaan yang dicipta oleh Allah subhanahu wata’ala terbagi menjadi dua bagian, yaitu kenikmatan di dunia dan kenikmatan di akhirat. Dan sungguh beruntung mereka yang menjadikan kenikmatan di dunia sebagai pembuka kenikmatan di akhirat kelak, sebaliknya merugilah mereka yang menjadikan kenikmatan dunia sebagai alat untuk melewati kehidupan yang membuat mereka jauh atau bahkan melupakan Allah subhanahu wata’ala karena terlarut hanya dalam kenikmatan dunia, sehingga mereka menghadapi kehidupan dunia yang fana dengan penuh kenikmatan, dan kehidupan akhirat yang kekal akan dihadapi dalam kehinaan, wal’iyadzubillah (semoga Allah melindungi dan menjauhkan kita dari hal tersebut).
Senantiasalah ingat akan firman Allah subhanahu wata’ala:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
( آل عمران : 185 )
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. ( QS. Ali Imran : 185 )
Kehidupan dunia hanyalah kehidupan fana yang penuh dengan permainan, sandiwara dan tipuan-tipuan belak. Maka dalam kehidupan fana yang penuh dengan permainan dan tipuan ini, Allah subhanahu wata’ala menerbitkan matahari penerang kehidupan, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana telah Allah sebutkan dalam Al qur’an sebagai “ Penyeru kepada Allah dan pelita yang terang benderang”, sebagaimana firmanNya :
وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا
( الأحزاب : 46 )
“Dan untuk jadi penyeru kepada Agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi”. ( QS. Al Ahzab : 46 )
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah penyeru manusia ke jalan Allah subhanahu wata’ala dan sebagai pelita yang terang benderang, yang menerangi kehidupan kita dan menyejukkan sanubari kita serta mempermudah segala kesulitan dalam kehidupan kita. Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
( الطلاق : 2 )
“Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” ( QS. At Thalaq: 2 )
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا
( الطلاق : 4 )
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” ( QS. At Thaalaq : 4 )
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا
( الطلاق : 5 )
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.” ( QS. At Thaalaq : 5 )
Dan bagaimana cara kita bertakwa kepada Allah subhanahu wata’ala, panutan kita dalam hal ini adalah pimpinan kita sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang membawa kita kepada keluhuran dan kemudahan, membawa kita kepada ketenangan, membawa kita kepada kesejukan dan kesejahteraan di dunia dan akhirat, maka panutlah beliau dalam menghadapi kehidupan kita di dunia ini.
Sampailah kita pada hadits luhur, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam suatu waktu melewati dua kuburan, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa kedua penghuni kuburan tersebut sedang disiksa di dalam kuburan mereka, hal ini menunjukkan bahwa beliau mengetahui dan mendengar siksa kubur. Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa mereka tidaklah disiksa sebab perbuatn dosa besar, kemudian beliau mengambil selembar daun yang masih basah lalu membelahnya menjadi dua bagian, yang masing-masing bagian diletakkan di atas kedua kuburan tersebut. Para sahabat yang melihat hal tesebut lantas bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengapa beliau melakukan hal itu, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Semoga Allah meringankan siksaan kedua orang ini sebelum daun itu mengering”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa mereka disiksa bukan karena perbuatan dosa yang sangat besar, karena juga dijelaskan dalam riwayat yang lainnya di dalam Shahihul Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah perbuatan dosa yang sangat besar, lantas beliau terdiam dan kemudian berkata : “akan tetapi termasuk dosa besar”, maka untuk mempermudah pemahaman dari hadits tersebut adalah bahwa perbuatan itu bukanlah termasuk dosa yang sangat besar seperti syirik, membunuh, berzina dan yang lainnya, namun hal tersebut termasuk dosa besar di sisi Allah subhanahu wata’ala, dan perbuatan tersebut sering dan banyak diremehkan oleh orang. Perbuatan dosa yang dilakukan kedua penghuni kubur itu, yang pertama adalah tidak menutupi aurat ketika membuang air kecil, yaitu membuang air kecil di hadapan orang lain. Mungkin anak kecil yang belum baligh masih banyak yang membuang air kecil dihadapan orang, namun seorang anak yang sudah baligh seharusnya tidak memperbuat hal tersebut, maka selayaknya bagi setiap orang tua untuk mengajari anak-anaknya agar tidak membuang air kecil sembarangan hingga terlihat auratnya oleh orang lain, dan aurat tidak boleh terlihat bukan hanya ketika membuang air kecil saja namun dalam segala keadaan. Kemudian dosa yang kedua adalah banyak mengadu domba orang lain (namiimah), menukil ucapan Hujjatul Islam Al Imam An Nawawi bahwa makna “Namiimah” adalah menyampaikan ucapan orang kepada yang lainnya kemudian memunculkan kebencian antara satu dengan yang lainnya, sehingga mereka saling bermusuhan akibat perbuatan tersebut. Maka tentunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat bahwa kedua orang penghuni kubur tersebut adalah ummat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang sedang ditimpa kesulitan di dalam kubur mereka, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam tidak rela hal itu terjadi atas ummatnya, akan tetapi meskipun mereka telah berbuat dosa namun masih tetap diberi syafaat oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu dengan meletakkan daun di atas kedua kubur tersebut agar diringankan siksa kubur mereka sebelum daun itu mengering. Maka hadits ini menjadi dalil bahwa syafaat nabi Muhammad shallalahu ‘alaihi wasallam tidak hanya ada ketika di hari kiamat saja, namun syafaat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga bisa terjadi di alam barzakh (kubur) bahkan di alam dunia, karena beliau sangat peduli terhadap ummatnya dan tidak rela jika kesulitan menimpa mereka, dimana segala sesuatu yang membuat ummatnya sulit atau dalam masalah, maka hal tersebut juga membuat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam merasa sulit. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
( التوبة : 128 )
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” ( QS. At Taubah : 128 )
Jika diantara kita tertimpa kesulitan atau musibah, maka hal itu juga akan memberatkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau sangat menjaga ummatnya dengan tuntunan-tuntunan mulia beliau agar terjauhkan dari segala kesulitan baik di dunia atau di akhirat, begitu juga dengan doa-doa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam untuk ummatnya dari zaman beliau hingga di akhir zaman, serta dengan syafaat kubra kelak di hari kiamat. Inilah indahnya nabi kita, yang paling peduli kepada kita, di saat semua kekasih kita melupakan kita, orang-orang yang mencintai kita akan meninggalkan dan melupakan kita jika mereka bukanlah termasuk orang-orang yang shalih, namun nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam tidak akan pernah melupakan ummatnya selama mereka masih mengakui kalimat syahadat :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهَ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ الله
“ Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad utusan Allah”
Meskipun barangkali diantara mereka masih ada yang akan melewati kehidupan yang sulit kelak di akhirat, namun kesulitan itu tidak akan abadi karena semua kesulitan ummat ini akan berakhir dengan syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita berharap agar semua kesulitan kita di dunia dan di akhirat termudahkan dengan syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Di majelis yang mulia ini, majelis kecintaan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam karena majelis ini tidak kita buka dan tidak kita tegakkan kecuali untuk menuntun ummat menuju cinta kepada Allah subhanahu wata’ala dan kecintaan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, oleh sebab itu majelis ini diberi nama dengan “Majelis Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam” , serta untuk menuntun ummat menuju kebahagiaan dan keluhuran dengan bersatu dalam satu barisan bersama para salafusshalih, para muqarrabin, para awliyaa’ dan para syuhadaa’ dan shalihin dan bersama pemimpin seluruh orang-orang yang mulia, pemimpin semua manusia sejak zaman nabi Adam As, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dimana seluruh alam semesta mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali para pendosa dari kalangan manusia dan jin yang tidak mengenal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat Shahihul Bukhari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda seraya menunjuk kepada gunung Uhud :
إِنَّ أُحُدًا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ
“ Sesungguhnya Uhud adalah gunung yang mencintai kami, dan kami pun mencintainya”
Gunung Uhud hanyalah tumpukan batu namun ternyata juga mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan cintanya dijawab oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka terlebih lagi cinta kita kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seharusnya melebihi cinta gunung Uhud itu, dan kepedulian kita terhadap beliau dan dakwah beliau shallallahu ‘alaihi wasallam akan berganti dengan cinta beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada kita, serta limpahan anugerah dari Allah subhanahu wata’ala berupa kemuliaan-kemuliaan yang Allah berikan untuk kita dalam kehidupan dunia yang dari sana akan muncul kemuliaan dalam kehidupan akhirat kelak, insyaallah.
Dan layak kita fahami bahwa dalam kehidupan ini, kita telah mendapatkan anugerah besar yang berupa kalam Allah subhanahu wata’ala, yaitu Al qur’anul Karim yang merupakan surat kasih sayang Allah yang menuntun kita untuk mencintai dan dicintai Allah subhanahu wata’ala yang dibawa oleh sang pembawa Al qur’an sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana Al quran itu berisi kalimat-kalimat suci dari Allah subhanahu wata’ala yang layaknya menerangi hari-hari dalam kehidupan kita, layaknya menerangi bibir kita, layaknya menerangi rumah-rumah kita, dan selayaknya menerangi jiwa-jiwa kita. Namun saat ini lihatlah bagaimana keadaan rumah-rumah kita, barangkali di sebagian rumah telah berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan tidak terdengar suara lantunan kalimat-kalimat Allah dibacakan, tidak ada orang yang membaca Al qur’an di dalamnya, padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ اَلْبَيْتَ الَّذِيْ يُقْرَأُ فِيْهِ اْلقَرْآنُ يَتَرَاءَى لِأَهْلِ السَّمَاءِ كَمَا تَتَرَاءَى النُّجُوْمُ لِأَهْلِ اْلأَرْضِ
“ Sesungguhnya rumah yang didalamnya dibacakan Al quran maka akan terlihat oleh penduduk langit (malaikat) sebagaimana terlihatnya bintang-bintang oleh penduduk bumi”
Rumah-rumah yang didalamnya dibacakan Al qur’an tampak terang benderang oleh penduduk langit, maka bagaimanakah keadaan rumah-rumah kita, apakah terlihat gelap seperti gelapnya malam, ataukah terlihat berpijar seperti bintang dan terlihat indah dari langit oleh para malaikat Allah. Maka terangilah rumah-rumah kita dengan Al qur’an, terangilah bibir-bibir kita dengan kalimat-kalimat Allah subhanahu wata’ala.
Alhamdulillah di majelis ini kita telah membuka Halaqaturrasul yang ditujukan untuk mereka yang ingin membaca Al qur’an secara berkelompok, dimana membaca Al qur’an sendiri pun hal itu adalah baik, namun jika membacanya secara berkelompok bersama dengan orang lain maka kemuliaan yang didapati pun akan bertambah banyak, dimana setiap orang akan menjadi pengajar, pelajar, pendengar dan pembaca Al qur’an. Seseorang akan menjadi sebagai pelajar, karena ketika ia membaca Al qur’an dan dalam bacaannya terdapat kesalahan maka orang lain akan membenarkan bacaannya, maka dari pembetulan itu ia telah belajar. Dan ia disebut sebagai pengajar ketika ia membetulkan bacaan orang lain yang salah atau kurang tepat, serta disebut pula sebagai pendengar ketika seseorang mendengarkan orang lain membaca sehingga pendengarannya mendapatkan cahaya dari bacaan itu, dan disebut sebagai pembaca ketika seseorang mendapatkan bagian untuk membaca sehingga bercahayalah bibirnya dengan bacaan tersebut, dan hal itu merupakan hal yang sangat agung di sisi Allah subhanahu wata’ala, demikianlah tujuan dari dibentuknya Halaqaturrasul ini sebagaimana yang diinstruksikan oleh guru mulia kita untuk dimakmurkan di Majelis Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa sebaik-baik manusia yang berjalan di atas bumi adalah para pengajar Al qur’an, dimana jika ia mengatakan kepada seorang anak kecil untuk mengucapkan بسم الله الرحمن الرحيم kemudian anak itu mengucapkannya, maka Allah akan menentukan untuk anak itu, dan orang yang mengajarnya serta untuk kedua orang tua anak itu pembebasan dari api neraka. Maka terlebih lagi jika yang diajarkan adalah Al qur’an hingga khatam, seperti pembacaan Al qur’an secara berkelompok yang didalamnya tercakup pembelajaran dan pengajaran Al qur’an.
Barangkali hari-hari kita terlewatkan dan pendengaran dan pengucapan kita ada pada hal-hal yang tidak diridhai Allah, bagaimana keadaan bibir kita, telinga kita, pengucapan kita dan pendengaran kita akan hal-hal yang diridahi Allah subhanahu wata’ala. Seberapa banyak kita mendengar atau membaca kalimat-kalimat Allah yang begitu indah, dan seberapa banyak kita mengucapkan dan mendengarkan kalimat-kalimat selain Al qur’an, seberapa peduli kita akan kalimat-kalimat Allah dan seberapa peduli kita terhadap selain Al qur’an. Mungkin banyak dari sebagian rumah-rumah kita yang jauh dari cahaya Al qur’an Al Karim, namun sebagian dari kita telah menata waktu dalam setiap harinya, misalnya ketika berada di rumah pada jam sekian akan acara ini dan itu di Tv maka aku harus mendengarkannya dan yang lainnya, kesemuanya ditata dengan tertib agar tidak terlewatkan padahal hal-hal tersebut hanyalah kefanaan yang sia-sia dan tiada akan menuntun kepada keluhuran namun barangkali menuntun kepada kehinaan. Akan tetapi adakah seseorang yang peduli untuk mengatur waktunya pada jam tertentu untuk membaca Al qur’an?, sebagaimana waktu sebelum masuk waktu subuh sangat dianjurkan untuk membaca Al qur’an, begitu pula sebelum terbitnya matahari dan setelah terbenamnya matahari, bahkan di waktu kapanpun dan dimana pun disunnahkan untuk membaca Al qur’anul Karim, kecuali di tempat-tempat yang hina seperti kamar mandi dan lainnya. Maka terangilah waktu-waktu kita dengan cahaya Al qur’an, yang mana Al quran adalah kalam Allah subhanahu wata’ala yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan ingatlah bahwa Allah subhanahu wata’ala menciptakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sebagai lambang cinta Allah subhanahu wata’ala, lambang kasih sayang Allah subhanahu wata’ala terhadap hamba-hambaNya, dan dengan kasih sayang itu Allah memberikan kenikmatan di dunia kepada semua manusia yang beriman atau pun yang tidak beriman, dan terdapat pula kasih sayang dan kelembutan yang hanya diberikan kepada manusia yang beriman kelak di akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari bahwa ketika Allah subhanahu wata’ala telah selesai membangun ‘arsy dan seluruh alam semesta, kemudian Allah menuliskan di atas ‘arasy :
إِنَّ رَحْمَتِيْ تَغْلِبُ غَضَبِيْ
“ Sesungguhnya rahmatKu (kasih sayang) mengalahkan kemurkaanKu”
Oleh sebab itu layaklah jika para shalihin dan para wali Allah dan orang-orang yang beriman sangat mencintai dan rindu kepada Allah subhanahu wata’ala lebih dari kecintaan mereka kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Syaikh Ibrahim Al Khawwas Ar dalam kitab Ihyaa’ Ulumuddin sambil memegang dadanya dan mengalir air matanya beliau berkata :
وَاشَوْقَاهْ لِمَنْ يَرَانِيْ وَلاَ أَرَاهُ
“ Sungguh rindunya aku pada Yang melihatku (Allah) dan aku tidak melihatNya”
Dan kerinduan orang-orang shalih seperti mereka ditumpahkan dalam munajat yang sangat agung dan sering kita dengar, yaitu :
اَللّهُمَّ ارْزُقْنَا النَّظَرَ إِلَى وَجْهِكَ اْلكَرِيْمِ
“ Ya Allah limpahkanlah rizeki kepada kami untuk memandang dzatMu yang mulia”
Ketika kita telah mencintai Allah subhanahu wata’ala, maka kita haruslah menyayangi hamba-hamba yang telah diciptaNya, diantara meraka adalah keluarga, kerabat kita, tetangga dan teman-teman kita, dan yang lainnya. Orang yang menyayangi segenap ummat Islam dengan menginginkan untuk tidak datang musibah atas mereka, maka ia adalah pemilik jiwa yang sama dengan jiwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, satu pemikiran dan satu niat dengan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau senantiasa berdoa untuk ummatnya agar terjauhkan dari segala musibah.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjauhkan musibah dari kita dan semua ummat ini, serta mengabulkan segala hajat kita dan semua hajat ummat ini, Ya Rahman Ya Rahiim permudahlah segala kesulitan dan bukalah segala pintu keluhuran, angkatlah segala penghalang kami untuk mencapai kemuliaan, keluhuran, dan kebahagiaan dunia dan akhirat. Wahai Yang Maha Memiliki dunia dan akhirat dan kebahagiaannya limpahkanlah kepada kami kebahagiaan di dunia dan akhirat dan jauhkan kami dari api neraka…
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

source of http://majelisrasulullah.org/index.php
Ajaran Kelembutan Rasulullah SAW

عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِصَبِيٍّ فَبَالَ عَلَى ثَوْبِهِ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَتْبَعَهُ إِيَّاهُ
(صحيح البخاري)
<Dari Aisyah Ummulmukminin (ibunda kaum yang beriman, gelar istri-istri Rasul SAW), sungguh ia berkata: dibawakan pada Nabi SAW seorang bayi lelaki, dan buang air kecil di baju beliau SAW, maka beliau SAW minta air lalu mengusapnya dengan air saja" (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang melimpahkan kepada kita kemuliaan tuntunan nabiNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga terangkat derajat kita dari kehinaan menuju keluhuran, dari keluhuran menuju keluhuran yang lebih tinggi lagi, demikianlah mulianya rahasia tuntunan sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa menuntun seseorang kepada derajat semakin luhur yang tiada akhirnya, hingga semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita telah mendengar penyampaian guru-guru kita akan indahnya keadaan orang-orang yang ingin mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala dan sebaliknya bagaimana kerugian orang-orang yang tidak ingin dekat dengan tuhan penciptanya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa yang suka berjumpa dengan Allah maka Allah suka berjumpa dengannya, dan barangsiapa yang benci bertemu dengan Allah maka Allah benci untuk bertemu dengannya”
Hadits ini merupakan suatu lamaran cinta dari Allah subhanahu wata’ala kepada hambaNya untuk mencintaiNya, oleh sebab itu kita selalu dituntun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah subhanahu wata’ala, dan jika kita mendapati diri kita tidak mampu melakukannya maka adukanlah dan mintalah ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala, namun Allah tidak akan membebani hambaNya lebih dari kemampuannya, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
( البقرة : 286 )
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. ( QS. Al Baqarah : 286 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lambang yang mulia yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk dijadikan panutan, dijadikan idola,dan untuk dicintai lebih dari seluruh makhlukNya yang lain. Sehingga Allah subhanahu wata’ala mengelompokkan orang yang mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kelompok orang yang mencintai Allah subhanahu wata’ala. Jika seseorang mencintai Allah subhanahu wata’ala namun tidak mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka cintanya kepada Allah itu dusta, karena semakin seseorang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka hatinya akan semakin dipenuhi dengan cinta dan rindu kepada yang telah menciptakannya, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling indah dan paling mencintai kita (ummatnya) lebih dari seluruh makhluk lainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai kita lebih dari ayah ibu kita, mencintai kita lebih dari semua kekasih kita, karena ketika seseorang telah telah masuk ke dalam api neraka maka tidak ada seorang pun dari para kekasihnya yang akan mengingatnya kecuali sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang akan memohonkan syafaat untuknya. Bahkan para nabi dan rasul yang lainnya pun ketika mereka dimintai syafaat (pertolongan) kelak di hari kiamat mereka berkata :
نَفْسِيْ نَفْسِيْ نَفْسِيْ اِذْهَبُوْا إِلىَ غَيْرِيْ
“ Diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku “
Kelak di saat manusia berkumpul di telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka akan ada orang-orang dari ummat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang disingkirkan oleh malaikat dari telaga itu karena mereka berubah (berpaling dari kebenaran) setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, namun setelah mereka terusir dari kelompok nabi Muhammad shallallahu ‘alalihi wasallam, maka mereka pergi menuju kepada semua nabi untuk meminta pertolongan akan tetapi kesemuanya menolak, sehingga mereka kembali lagi kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
أَنَا لَهَا
“ Itulah bagianku (akulah pemberi syafaat”)
Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Atsqalani bahwa pada mulanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengusir mereka akan tetapi kemudian menerima dan mensyafa’ati mereka kembali agar dimaafkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Maka diantara ummatnya ada yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berada dalam mizan (timbangan) sehingga terselamatkan dari api neraka dan dimasukkan ke surga, diantara mereka ada yang disyafa’ati ketika berada di atas shirat (jembatan), dan diantara mereka ada yang telah masuk ke dalam api neraka baru disyafa’ati oleh sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan Rasulullah terus menghadap Allah untuk meminta pengampunan bagi umatnya yang masih berada di dalam api neraka dan belum terselamatkan, hal ini menunjukkan kecintaan beliau kepada seluruh ummatnya meskipun orang tersebut adalah pendosa. Karena seseorang yang telah masuk ke dalam neraka maka tidak ada hal lain yang ia harapkan kecuali syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak hanya memberi syafa’at kepada penduduk neraka yang pendosa saja, bahkan semua orang-orang shalih dari para wali Allah, para syuhada’ yang telah masuk surga pun mereka disyafa’ati oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam agar derajat mereka semakin tinggi di surga, dan orang yang telah masuk surga akan diberi syafa’at oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberi syafaat untuk keluarganya yang berada di neraka, maka semua ummat beliau akan mendapatkan syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kelak di hari kiamat, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam Qadhi ‘Iyadh dalam kitab As Syifaa.
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa sayyidina Jabir bin Abdillah Al Anshari Ra, salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membeli onta untuk mengunjungi temannya sayyidina Abdullah bin Unais Ra, yang mana perjalanan itu ditempuh selama 1 bulan karena ia mendengar bahwa sayyidina Abdullah bin Unais mengetahui satu hadits yang belum sempat ia dengar, ketika itu sayyidina Jabir bin Abdillah tinggal di Madinah sedangkan sayyidina Abdullah bin Unais telah hijrah ke tempat lain namun beliau rela menempuh perjalanan selama satu bulan hanya untuk mendengar satu hadits yang belum ia dengar, dan setelah sampai di depan rumah Abdullah bin Unais, ia berkata kepada orang yang berada di pintu rumah itu : “sampaikan kepada Abdullah bin Unais bahwa Jabir bin Abdillah berada di depan pintu rumahnya”, mendengar hal itu sayyidina Abdullah bin unais kaget kemudian keluar dan menemui sayyidina Jabir dan memeluknya dengan tangisan haru karena mereka saling mencintai karena Allah dan telah lama tidak bertemu. Tidak lama kemudian sayyidina Abdullah bin Unais pun tidak sabar ingin mengetahui maksud kedatangannya dan berkata kepada sayyidina Jabir bin Abdillah : “Wahai sahabatku Jabir apa yang membuatmu menemuiku hingga engkau menempuh jarak sejauh ini?”, maka sayyidina Jabir bin Abdullah menjawab : “wahai sahabatku, aku mendengar bahwa engkau mengetahui satu hadits yang belum pernah aku mendengarnya”, mendengar hal itu sayyidina Abdullah bin Unais kaget dan berkata : “Engkau menempuh jarak yang demikian jauh untuk menemuiku hanya demi satu hadits saja yang belum pernah engkau dengar?”, maka sayyidina Jabir bin Abdullah berkata : “Aku tidak ingin wafat dan ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang belum aku ketahui, sedangkan aku masih ada waktu dan bisa untuk mendengarkan hadits nabi tersebut namun waktu itu tidak aku pergunakan untuk hal tersebut”, demikian yang teriwayatkan dalam musnad Al Imam Ahmad dan.
Adapun hadits yang tadi kita baca terdapat banyak riwayat yang memiliki makna yang sama namun berbeda versi, dimana ketika dibawakan seorang bayi ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantara riwayat menyebutkan bahwa bayi tersebut dibawa kehadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk di tahnik ( mengunyah kurma kemudian dimasukkan ke mulut seorang bayi) oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adapula yang menyebutkan bahwa bayi yang dibawa ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah sayyidina Hasan dan ada yang mengatakan bahwa bayi itu adalah sayyidina Husain. Maka ketika bayi itu dibawakan ke hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bayi itu mengeluarkan air kencing dan mengenai baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena di zaman itu belum ada pampers, namun saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak melepas bajunya untuk dicuci, akan tetapi beliau hanya meminta air dan kemudian mengusap bekas kencing bayi itu dengan air. Di dalam madzhab Syafi’i dijelaskan bahwa hal ini adalah masalah khusus yang hanya berlaku bagi bayi lelaki yang belum makan dan minum apa pun selain air susu ibunya, namun jika bayi itu telah makan dan minum selain air susu ibunya maka tidak lagi termasuk dalam najis ringan seperti yang disebutkan dalam hadits tadi. Sebagaimana najis terbagi menjadi tiga, yaitu najis Mukhaffafah (najis yang ringan), najis mutawassithah (sedang), dan najis mughallazhah (berat). Adapun kencing bayi laki-laki yang belum makan dan minum selain air susu ibunya maka termasuk ke dalam najis yang ringan, dan najis mutawassitah (najis yang sedang ) yang mana jenis najis ini disucikan dengan membersihkan dan menghilangkan 3 sifatnya, rasanya, baunya dan warnanya. Maka semua najis selain najis kencingnya anak lelaki yang belum makan dan minum kecuali air susu ibunya, tergolongkan dalam najis yang sedang. Sedangkan najis anjing atau babi adalah najis mughallazah (berat) yang mana cara mensucikannya adalah dengan menggunakan air yang dicampur dengan tanah selama 7 kali, maka selain najis anjing dan babi maka termasuk ke dalam najis yang sedang yang hanya dibersihkan dengan air hingga hilang 3 sifat najisnya (warna, bau dan rasanya), namun jika telah berusaha semampunya untuk menghilangkan ketiga sifat tersebut tetapi tetap tidak bisa hilang, maka sebagian ulama’ berpendapat bahwa hal itu dimaafkan, demikianlah sebagian dari kemudahan dalam syariat Islam sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ
“ Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan”
Maka hadits tersebut memberikan kemudahan bagi kita, karena seseorang akan merasa kerepotan jika bayi yang pipis lantas mengenai baju maka baju itu harus dicuci bersih, berapa kali dalam sehari hal itu akan terjadi karena bayi akan sangat sering mengeluarkan air kecil, terlebih lagi di masa itu tidak ada pampers, hal menunjukkan indahnya tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu sesuatu hal yang telah ada tuntunannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal tersebut merupakan hal yang paling mudah diantara hal-hal yang mudah yang telah diajarkan kepada kita. Namun terkadang orang yang merasa lemah maka hal yang mudah pun masih belum mampu untuk mengamalkan, akan tetapi dalam hal ini kita senantiasa mengingat bahwa di balik semua itu masih ada maaf dan pengampunan Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luas, sebagaimana seorang hamba yang telah masuk neraka pun tetap akan diberi syafaat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun dalam hal ini sering muncul pertanyaan ; “Bagaimana Allah subhanahu wata’ala menciptakan hamba (dan jika berkehendak) maka Allah akan memasukkannya ke neraka, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru yang mengeluarkannya dari neraka dengan syafaatnya, jika demikian apakah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam lebih baik dan lebih penyayang daripada Allah subhanahu wata’ala?!”, tidak demikian kenyataannya, akan tetapi ketahuilah siapakah yang telah menciptakan dan menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mampu berbuat demikian, tentunya Allah subhanahu wata’ala, maka kasih sayang Allah tetap ada dan masih diberikan untuk para pendosa yang di neraka selama ia tidak menyembah selain Allah ketika di dunia, dan kasih sayang Allah itu berupa syafaat yang diberikan oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Maka seharusnyalah kita mencintai kekasih yang paling mencintai kita, nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ketahuilah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mahkluk yang paling ramah, baik, selalu memberi kemudahan kepada yang lainnya.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Muncul pertanyaan kepada saya, mengapa kita di majelis selalu membaca qasidah? maka saya jawab bahwa hal itu telah diriwayatkan dalam hadits shahih dimana sayyidina Hassan bin Tsabit membaca qasidah/ syair di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di masjid An Nabawy, maka ia menjawab : sayyidina Hassan bin Tasbit membaca qasidah sendiri tidak beramai-ramai, lantas manakah hadits yang menunjukkan para sahabat membaca qasidah beramai-ramai?, dalam hal ini mereka melupakan bahwa ada 13 riwayat di dalam Shahih Al Bukhari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca qasidah beramai-ramai dengan para sahabatnya. Dimana ketika membangun Khandaq para sahabat berkata :
نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّدًا عَلَى اْلإِسْلاَمِ مَا بَقِيْنَا أَبَدًا
“ Kamilah yang telah membai’at nabi Muhammad (untuk berpegang) kepada Islam sepanjang hidup kami”
Dan dalam riwayat yang lain :
نَحْنُ الَّذِيْنَ بَايَعُوْا مُحَمَّدًا عَلَى اْلجِهَادِ مَا بَقِيْنَا أَبَدًا
“ Kamilah yang telah membai’at nabi Muhammad untuk jihad sepanjang hidup kami”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :
اَللّهُمَّ إِنَّ الْخَيْرَ خَيْرُ اْلآخِرَةِ فَبَارِكْ لِلْأَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَةْ
“ Wahai Allah, sesungguhnya kebaikan yang sejati adalah kebaikan akhirat, maka limpahilah keberkahan untuk kaum Anshar dan kaum Muhajirin”
Dalam riwayat yang lain disebutkan فاغفر للأنصار والمهاجرة ، ( Ampunilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin), dan dalam riwayat lain disebutkan فارحم للأنصار والمهاجرة ( Sayangilah kaum Anshar dan kaum Muhajirin). Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasalam bersautan membaca qasidah bersama para sahabat, maka hal ini dahulu dilakukan oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabatnya, akan tetapi di zaman sekarang banyak yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah perbuatan bid’ah, padahal kesemua itu terdapat dalil-dalil yang shahih dari hadits nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, baik yang terdapat di shahih al bukhari dan lainnya. Namun perbuatan ini hampir hilang akan tetapi dihidupkan kembali dari generasi ke generasi oleh kalangan ahlusunnah wal jamaah dari guru-guru mereka yang memegang sanad yang bersambung hingga kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam sebuah riwayat lain disebutkan, yang mana hal ini menunjukkan akhlak mulia Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana suatu ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melewati seorang wanita yang sedang menangis di perkuburan, salah satu pendapat para imam mengatakan bahwa tangisan wanita tersebut telah berlebihan, sehingga ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati wanita tersebut, beliau berkata :
اِتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ
“ Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah”
Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ( اتقي الله واصبري) menunjukkan bahwa tangisan wanita itu telah berlebihan, karena menjerit-jerit dalam tangisannya disebabkan yang meninggal adalah suaminya atau salah seorang keluarganya namun ia tidak sempat menghadiri perkuburannya, namun ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat hal itu, beliau tidak menghardik wanita tersebut untuk pergi atau melarangnya atau dengan mengatakan bahwa hal yang dilakukannya adalah perbuatan haram, namun dengan ramah dan lemah lembut beliau berkata “bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah”. Mendengar hal itu tanpa menoleh siapa yang mengatakannya, kemudian ia berkata : “Engkau tidak tertimpa musibah yang aku hadapi sehingga engkau tidak merasakan apa yang aku rasakan saat ini, maka diam sajalah engkau”, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hanya diam kemudian pergi. Setelah beberapa saat datanglah sayyidina Anas bin Malik kepada wanita tersebut dan berkata : “Taukah engkau siapa yang tadi engkau bentak itu?”, wanita itu menjawab : “tidak”, maka sayyidina Anas bin Malik berkata : “Dia adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, mengetahui hal itu maka wanita tersebut gemetar karena ketakutan telah membentak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dari rasa takutnya seolah wanita itu akan meninggal, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Shahih Muslim. Kemudian wanita itu bergegas menuju rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menghadap beliau dan berkata : “wahai Rasulullah maafkan aku, sungguh aku tidak mengetahui bahwa engkaulah yang tadi menasihatiku”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan ramah dan santai seraya menenangkan wanita yang ketakutan itu :
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ اْلأُوْلَى
“ Sesungguhnya kesabaran itu adalah di saat pertama kali musibah terjadi”
Maka dengan ucapan tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah membuat wanita itu tenang dari musibahnya dan tenang dari ketakutan yang telah membentak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh indahnya budi pekerti nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang menenangkan seseorang yang sedang dalam ketakutan, kegundahan dan kesedihan. Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari, ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat jama’ah terdengar ada seorang badui yang berdoa dengan suara yang lantang :
اَللَّهُمَّ ارْحَمْنِيْ وَمُحَمَّدًا وَلاَ تَرْحَمْ مَعَنَا أَحَدًا
“Wahai Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan janganlah Engkau merahmati seorang pun selain kami “
Dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany dalam Fathul Bari bahwa orang baduwi itu adalah seseorang yang pernah membuang air kecil di dalam masjid lantas para sahabat hampir memukulinya, namun Rasulullah sahallallahu ‘alaihi wasallam menghentikannya, sehingga karena merasa kesal terhadap sahabat lantas ia mengucapkan doa tersebut.
Mendengar doa yang diucapkan orang badui itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَقَدْ حَجَرْتَ وَاسِعًا يُرِيْدُ رَحْمَةَ اللهِ
“ Engkau telah menyempitkan sesuatu yang luas, maksudnya adalah rahmat Allah”
Maka budi pekerti yang mulia yang dimiliki oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membuat orang lain mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rahmat dan kebahagiaan kepada kita, dan mengabulkan hajat-hajat kita yang bathin dan dhahir baik di dunia dan akhirah bahkan lebih dari yang kita harapkan. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala menyingkirkan segala musibah dari kita semua, dan menggantikannya dengan rahmat, kemudahan dan kebahagiaan, diantara kita yang dalam permasalahan semoga diberi penyelesaian oleh Allah, dan bagi yang hingga saat ini belum mampu melaksanakan shalat 5 waktu semoga hari ini adalah hari terkahir baginya, dan besok telah Allah beri kemampuan untuk melakukan shalat 5 waktu, bagi yang belum berbakti kepada kedua orang tuanya semoga setelah pulang dari majelis ini ia mulai berbakti kepada orang tuanya. Bagi yang belum berbakti kepada suaminya semoga setelah ini ia mulai berbakti kepada suaminya, dan suami yang belum bertanggung jawab terhadap istri dan keluarganya semoga setelah mejelis ini ia mulai bertanggungjawab terhadap keluarganya. Semoga yang bermusuhan dan berpecah belah diantara kita segera bersatu dalam kalimat “Laa ilaaha illaa Allah Muhammad Rasulullah”, dan jika ada yang putus silaturrahmi semoga setelah bersambung kembali. Doa kita yang terakhir, semoga acara kita pada tanggal 7 Mei di Monas yang dihadiri oleh guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim Al Hafidh yang akan tiba di Indonesia pada akhir bulan April dan langsung menuju ke Solo, kemudian ke pesantren Lirboyo untuk pertemuan dengan para Ulama’, kemudian ke Cirebon dalam rangka Pesantren Kilat selama seminggu, kemudian hadir pada acara kita di Monas pada tanggal 7 Mei Insyaallah, kemudian kembali ke kediaman beliau di Tarim Hadramaut setelah kurang lebih 3 bulan dalam rihlah dakwah ke berbagai negara. Semoga acara yang akan kita adakan berjalan sukses, dan meninggalkan bekas yang mulia untuk Jakarta dan bangsa kita kaum muslimin khususnya, dan seluruh wilayah kaum muslimin di seluruh dunia agar semakin tentram dan makmur dan dipenuhi hidayah Allah subhanahu wata’ala, amin.
فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا
Ucapkanlah bersama-sama
يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ 
وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

Sources of http://majelisrasulullah.org/index.php